Untuk bapak
Kami ini sudah mati, pak
Kami mati oleh peluru-peluru yang kami biayai;
Kami mati mempertahankan ayunan cangkul
Mana ada ayunan cangkul tanpa tanah;
Kami pun mati mempertahankan tanah
Dermo, termo, di tanjungmorawa
Kartosemtomo di binjai
Diman saja di seluruh tanah air
Dimana saja di seluruh dunia
Dimana kerja belum dibebaskan;
Kali lahir bersama ayunan cangkul
Kami bongkak karena ayunan cangkul
Kami keluar masuk penjara
Kami diusir, tanaman kami ditraktor
Kami dipindahkan ke tanah gersang
Kami ditempatkan di rawa-rawa
Di andarase, di tanjungmahare, di sibongkok
Di sijanggang, di sijanggang,
Dimana saja di seluruh tanah air
Dimana saja di seluruh dunia
Dimana kerja belum dibebaskan;
Kami mati mempertahankan tanah
Kami kembali kepada tanah
Menjadi tanah;
Makanya kami tidak mati-mati
Pada setiap ayunan cangkul
Di seluruh tanah air;
Pada setiap ayunan cangkul kami hadir
Kami, hadir, pak
H. R. Bandaharo
Medan, 01 - 01 -1961
(Gugur Merah, Sehimpun Puisi Lekra - Harian Rakjat (1950-1965), penyusun: Rhoma Dwi Aria Yuliantri, Muhidin M. Dahlan, Merakesumba, 2008)
11 September 2009
Ayunan Cangkul
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Komentar :
Posting Komentar
Silakan pembaca memberikan komentar apa pun. Namun, kami akan memilah mana komentar-komentar yang akan dipublikasi.
Sebagai bentuk pertanggung-jawaban dan partisipasi, silakan pembaca memberikan identitas nama dan kota di setiap komentar dari pembaca dengan mengisi kolom Name/Url yang tertera di bawah komentar pembaca. Misalnya, Anggun, Denpasar.
Terima kasih.