11 September 2009

Remaja Abadi, Tetap Seorang Guru

Mereka membunuhnya di malam hari.
Tak usah tanya waktu yang ditunjuk oleh jarum-jarum.

Semua hari adalah malam.
Tiap jam, tiap menit, gelap, dan pahit.
Bayangan-bayangan mengendap jadi sumber ketakutan.
Mereka membunuhnya di malam hari.

Setangkai kembang harapan - mereka membawanya dan menggantungnya.

Laki-laki seluruh dunia, melihatlah ke pulauku.
Bintang cemerlang ini, anak muda tergantung di pohon ini,
Adalah seorang dari kematianmu.
Dia dibnuh di Aldjazair,
Dia dibunuh di Laos,
Dia dibunuh di Korea Selatan,
Di Guatemala,
Dia mati. Pandanglah baik-baik
Bintang tergantung
Di tali ini. pandanglah dia baik-baik,
Dia di bunuh di Konggo,
Dia dibunuh di Spanyol
yang disembelih, pandanglah dia baik-baik:
dia adalah seorang dari kematianmu.

Dia kepunyaanmu, penebang-penebang kayu di selatan, buruh-buruh tambang, nelayan-nelayan Chili;
Dia kepunyaanmu, kaum tani, dan kaum buruh Argentina.
Kepunyaanmu, kau yang dipunahkan tambang-tambang dalam dan memegapkan di Bolivia.
Pandanglah baik-baik: dia seorang dari kematianmu.
Tuliskan namanya dengan hati dengan api di hatimu,
Nama seorang pemuda biasa; dibunuh kejam,
Dengan diam-diam, suatu lambang hari esok dan kemenangan…
Jangan lupakan buruh karet di Kolombia,
Bangsa Indian di Peru yang diperbudak, ingatlah baik-baik.
Buruh minyak dari Venezuela, tegakkan namannya
Menjulang jadi menara di padang-padang minyak
Dan kau, kau dari “neraka hijau” Amerika Tengah,
Dengan pisaumu, guratkan huruf-huruf namanya
Di setiap batang pisang.

Dia dibunuh oleh mereka yang sedang membunuh kau.

Dia dibunuh oleh tangan yang membunuh
Di Aldjazair, di Laos, di Guatemala,
Tangan bom di Hirosima,
Tangan yang membakar anak-anak hidup-hidup
Di Korea Utara,
Yang merampok tanah dari Mexico
Dan merampok bendera Puerto Rico.
Laki-laki seluruh dunia, melihatlah ke pulauku.
Bintang cermelang ini, anak muda tergantung di pohon ini.
Adalah seorang dari kematianmu.

Dengarkan:
“mereka membunuhnya hanya karena dia negro, hanya karena dia miskin,
hanya karena dia pekerja, hanya karena dia remaja, hanya karena dia guru”
ada tunah dari Rovolusi.
Dia anak rakyat, dia anak dari kerja.
Dia guru sukarelawan di pegunungan tinggi.

Dengarkan baik-baik, laki-laki seluruh dunia:
Dia guru sukarelawan remaja!
Mereka membunuhnya di malam hari
Semua hari adalah malam
Setangkai kembang harapan - mereka membawanya dan menggantungnya.
Bintang-bintang sewaan itu, mereka membunuh buku-buku!
Tuliskan namannya dengan api di hatimu,
Buruh tambang, kaum tani, buruh karet, buruh minyak,
Buruh perkebunan-perkebunan pisang, bakarlah namannya dalam-dalam, Negro, Indian, dan Mexico
Dari Amerika kita ini.
Bakar namanya dalam di hati, sehingga dia tak hilang-hilang.

Texaco - jangan lupakan ini, kaum buruh minyak -
Membayar sepuluhribu dolar kepada pembunuh-pembunuh itu,
Dan Kardinal Speliman, bajingan memakai jubah,
Membayar sepuluh ribu dolar kepada pembunuh-pembunuh itu.
Laki-laki seluruh dunia, melihatlah ke pulauku,
Bintang yang tergantung di tali itu
Adalah Contrado Bentez, guru sukarelawan,
“Remaja abadi, tetap seorang guru”.

H. R. Bandaharo

(Gugur Merah, Sehimpun Puisi Lekra - Harian Rakjat (1950-1965), penyusun: Rhoma Dwi Aria Yuliantri, Muhidin M. Dahlan, Merakesumba, 2008)


Komentar :

ada 0 komentar ke “Remaja Abadi, Tetap Seorang Guru”

Posting Komentar

Silakan pembaca memberikan komentar apa pun. Namun, kami akan memilah mana komentar-komentar yang akan dipublikasi.

Sebagai bentuk pertanggung-jawaban dan partisipasi, silakan pembaca memberikan identitas nama dan kota di setiap komentar dari pembaca dengan mengisi kolom Name/Url yang tertera di bawah komentar pembaca. Misalnya, Anggun, Denpasar.

Terima kasih.

 

© Bingkai Merah, Organisasi Media Rakyat: "Mengorganisir Massa Melalui Informasi". Email: bingkaimerah@yahoo.co.id