12 September 2009

KPPK: DPR Kerdilkan Institusi Pemberantasan Korupsi

Bingkai Merah, Jakarta – Koalisi Penyelamat Pemberantasan Korupsi menilai poin-poin pembahasan Rancangan Undang-undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Dewan Perwakilan Rakyat kian mengerdilkan kewenangan institusi pemberantasan korupsi.


Peneliti Konstitusi dan Peradilan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional Wahyudi Djafar mengatakan, meski Panitia Kerja RUU Pengadilan Tipikor hampir menyelesaikan pembahasan RUU ini, eksistensi Pengadilan Tipikor justru terancam karena buruknya beberapa materi yang disepakati. “Tidak hanya itu, poin-poin yang dibicarakan dalam pembahasan di Panja juga mengancam keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi,” kata Wahyudi pada diskusi “Panja Harus Hentikan Pembajakan Materi RUU Pengadilan Tipikor” di Jakarta, Rabu (9/9).

Artinya, RUU Pengadilan Tipikor yang dibahas di DPR justru tidak memperkuat basis hukum bagi upaya pemberantasan korupsi. “DPR mencoba melakukan pembusukan terhadap masifnya langkah pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK dan Pengadilan Tipikor dengan mengerdilkan kewenangan-kewenangannya.”

Setidaknya ada tiga poin krusial yang dinilai mengancam upaya pemberantasan korupsi. Pertama, kesepakatan mengenai kedudukan dan tempat Pengadilan Tipikor yang disepakati dibentuk di tiap ibu kota provinsi dengan masa transisi satu tahun. “Jika satu tahun tidak dibentuk, penanganan perkara tindak pidana korupsi dilimpahkan ke pengadilan umum,” kata Wahyudi.

Kesepakatan itu jelas membuka kembali perdebatan mengenai penanganan perkara korupsi, karena lagi-lagi tidak ada kepastian hukum. “Bisa saja di satu provinsi pemeriksaan perkara korupsi dilakukan oleh Pengadilan Tipikor, sementara di provinsi lain dilakukan di pengadilan negeri. Ini menunjukkan warga negara tidak mendapatkan perlakuan yang sama di setiap daerah.”

Kedua, kesepakatan mengenai komposisi majelis hakim yang diserahkan sepenuhnya kepada ketua pengadilan negeri. "Koalisi menilai tidak adanya persamaan di muka hukum. Padahal kewenangan ketua pengadilan seharusnya sekadar menetapkan nama-nama majelis, bukan menetapkan perbandingan komposisi hakim," kata Wahyudi.

Kesepakatan itu dinilai menunjukkan DPR dan pemerintah mencoba buang badan dari kehendak masyarakat yang menginginkan diaturnya komposisi hakim fixed number, dengan perbandingan 3 hakim ad hoc dan hakim 2 karir.

Ketiga, wacana memangkas kewenangan penuntutan KPK. Usulan ini dinilai mengada-ada. Sebab, sudah sangat jelas Pasal 6 huruf c UU KPK menyatakan wewenang KPK di antaranya melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. “Wacana ini muncul karena kesalahan Fraksi PKB. Namun Fraksi PKB mengakui kesalahan ketik mengenai hal ini. Namun pimpinan Panja terus memaksakan wacana itu,” kata Wahyudi.

Dikutip dari : VHR Media

Komentar :

ada 0 komentar ke “KPPK: DPR Kerdilkan Institusi Pemberantasan Korupsi”

Posting Komentar

Silakan pembaca memberikan komentar apa pun. Namun, kami akan memilah mana komentar-komentar yang akan dipublikasi.

Sebagai bentuk pertanggung-jawaban dan partisipasi, silakan pembaca memberikan identitas nama dan kota di setiap komentar dari pembaca dengan mengisi kolom Name/Url yang tertera di bawah komentar pembaca. Misalnya, Anggun, Denpasar.

Terima kasih.

 

© Bingkai Merah, Organisasi Media Rakyat: "Mengorganisir Massa Melalui Informasi". Email: bingkaimerah@yahoo.co.id