4 September 2009

Puasa Dan Kemiskinan

Oleh : Ali Komsan

Sepertiga atau setengah Ramadan telah kita lalui. Pada bulan puasa harga barang dan makanan naik. Para pedagang menangguk untung lebih besar. Di tengah kesulitan ekonomi yang mendera rakyat Indonesia, budaya menaikkan harga komoditas pangan (terutama) pada bulan puasa berlaku seperti ritual tahunan.


Ramadan dan Lebaran, yang harusnya dilalui dengan khusyuk dan sukacita, terpaksa harus dijalani dengan gerutu, karena ketidakberdayaan ekonomi. Kenaikan harga pada bulan Ramadan adalah cermin terjadinya overdemand. Masyarakat seolah memprebutkan komoditas dalam jumlah terbatas dan harus rela membeli dengan harga jauh lebih mahal.

Kita semua menyadari bahwa masyarakat baru saja membelanjakan banyak pengeluarannya untuk kebutuhan anak sekolah. Sungguh berat beban masyarakat, saat ini. Tidak bisa disangkal lagi bahwa kita semua sesungguhnya menginginkan dapat menjalankan ibadah puasa ini dengan tenang. Pikiran tidak dibebani oleh harga-harga yang melambung di luar jangkauan ekonomi rumah tangga.

Kalangan masyarakat Indonesia mungkin dapat dikatakan orang yang tidak rasional dalam menyambut Ramadan dan Lebaran. Sebagian berprinsip bahwa penghasilan setahun akan dihabiskan untuk menyongsong hari besar ini. Oleh sebab itu, setinggi apa pun harga barang yang ditawarkan, akan dibeli demi kebahagiaan anak dan seluruh anggota keluarga.

Perilaku seperti ini identik dengan memanjakan para pedagang. Mereka sudah memahami pola psikologis konsumen, yaitu menghambur-hamburkan uang pada bulan puasa menjelang Lebaran. Pedagang seringkali menangguk keuntungan beberapa kali dalam setahun. Saat gaji pegawai naik, saat terjadi shortage supply, atau kenaikan harga bahan baku di pasar internasional, pedagang tanpa merasa bersalah menaikkan harga barangnya.

Kenaikan gaji pegawai negeri nyaris semuanya terlindas oleh inflasi. Para guru masih berharap-harap cemas, karena dana sertifikasinya tidak dibayarkan secara rutin setiap bulan. Buruh-buruh yang bekerja di industri swasta juga tidak kalah runyam nasibnya. Dengan sistem kontrak yang kini diterapkan oleh banyak perusahaan, maka buruh tidak memiliki masa depan yang jelas. Mereka bisa di PHK tanpa pesangon. Karut-marut ekonomi masyarakat ini akan mendorong merebaknya kantong-kantong kemiskinan baru. Pengentasan kemiskinan belum memenuhi target yang diharapkan.



Saling Berinteraksi

Kemiskinan merupakan resultante proses ekonomi, politik, dan sosial yang saling berinteraksi yang kemudian mendorong terjadinya deprivasi pemenuhan kebutuhan orang miskin. Kelangkaan lapangan kerja akan mengunci masyarakat dalam kemiskinan material. Oleh sebab itu, menyediakan kesempatan kerja, melalui pertumbuhan ekonomi makro dan mikro, akan menjadi salah satu exit strategy mengatasi kemiskinan.

Namun, kekuatan politik dan ekonomi seringkali belum berpihak pada rakyat miskin. Ini menyebabkan orang miskin hanya dicatat sebagai data. Pendidikan yang cukup akan menjamin generasi mendatang dapat meraih nasib lebih baik daripada orangtuanya, yang saat ini hidup berkubang kemiskinan.

Kesejahteraan global dan perkembangan teknologi yang diraih umat manusia melaju sangat pesat pada seabad terakhir dibandingkan abad-abad sebelumnya. Namun, pertumbuhan yang mencengangkan ini terdistribusi secara tidak adil. Rata-rata penghasilan masyarakat di 20 negara terkaya adalah 37 kali lipat dibandingkan 20 negara termiskin.

Indonesia sudah mengarah pada hal yang benar ketika meluncurkan Askeskin, sehingga orang miskin dapat mengakses pelayanan kesehatan secara gratis. Demikian pula dengan program pendidikan dasar gratis selama sembilan tahun. Kebijakan-kebijakan yang sudah prorakyat miskin ini perlu selalu dikawal melalui pengawasan. Sebab kalau tidak, implementasinya di lapangan akan rawan terhadap penyelewengan.

Jumlah orang miskin di Indonesia masih sangat banyak. Karakteristik orang miskin adalah kurang berpendidikan, lingkungan hidupnya buruk, derajat kesehatannya rendah, dan anak balitanya kurang gizi. Busung lapar akibat kemiskinan akan mengakibatkan generasi-generasi muda yang berotak kosong.

Kemiskinan tidak hanya dialami oleh petani, buruh, atau pekerja informal. Pegawai negeri golongan rendahan setiap hari juga harus berakrobat mencari tambahan penghasilan.

Laporan UNDP menjabarkan delapan Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) yang ditargetkan harus dicapai tahun 2015 oleh semua negara. Delapan tujuan ini memprioritaskan pemberantasan kemiskinan, pemerataan pendidikan dasar, dan menurunkan angka kematian anak. Lebih dari separuh provinsi di Indonesia tampaknya akan mengalami kesulitan mencapai target tahun 2015, khususnya dalam pengentasan kemiskinan dan penyelesaian pendidikan dasar.

Ada dua langkah besar yang bisa diambil untuk mengatasi kemiskinan. Pertama, penyediaan fasilitas umum dan sosial kepada masyarakat kurang mampu. Kedua, upaya pemerintah untuk mendorong terbukanya lapangan kerja yang lebih luas.

Perlu kiranya diwujudkan harmoni antara proses-proses politik, ekonomi, dan kelembagaan-kelembagaan, sehingga menjadi responsif terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat miskin. Dibutuhkan, aksi nyata pemerintah untuk menangkal gonjang-ganjing harga pangan dan nonpangan yang kian membubung pada bulan puasa dan semakin menyengsarakan orang miskin. Sewindu lebih pascareformasi diharapkan pemerintah segera dapat mengeliminasi kemiskinan.



Penulis adalah Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB



Komentar :

ada 0 komentar ke “Puasa Dan Kemiskinan”

Posting Komentar

Silakan pembaca memberikan komentar apa pun. Namun, kami akan memilah mana komentar-komentar yang akan dipublikasi.

Sebagai bentuk pertanggung-jawaban dan partisipasi, silakan pembaca memberikan identitas nama dan kota di setiap komentar dari pembaca dengan mengisi kolom Name/Url yang tertera di bawah komentar pembaca. Misalnya, Anggun, Denpasar.

Terima kasih.

 

© Bingkai Merah, Organisasi Media Rakyat: "Mengorganisir Massa Melalui Informasi". Email: bingkaimerah@yahoo.co.id