16 Desember 2009

Ujian Nasional Picu Pemborosan Biaya

Bandung, Kompas - Kebijakan ujian nasional yang menentukan kelulusan siswa dinilai merupakan pemborosan besar. Selain menelan anggaran negara ratusan miliar rupiah, masyarakat juga mengeluarkan biaya tidak sedikit untuk persiapan UN.


"Merupakan pemborosan untuk sesuatu yang tidak berarti apa-apa dalam peningkatan perkembangan anak. Sebaliknya, UN malah menghambat perkembangan anak. Waktu yang seharusnya digunakan untuk bermain, berkumpul dengan keluarga, habis untuk ini," tutur Wakil Koordinator Education Forum Yanti Sriyulianti, Senin (14/12) di Bandung.

Menurut dia, penyelenggaraan UN setidaknya menelan anggaran Rp 400 miliar-Rp 500 miliar per tahun. "Itu baru yang teranggarkan di pusat. Belum lagi dana yang muncul di provinsi dan kabupaten/kota. Dana yang keluar di masyarakat juga tidak kalah besar, lho," ungkapnya.

Agar anaknya bisa sukses mengikuti UN, orangtua rela mengeluarkan dana berlebihan, entah untuk membiayai tambahan pelajaran di bimbingan belajar, les tambahan di sekolah, dan pemantapan. Belum lagi biaya untuk buku-buku pelajaran dan kiat sukses mengikuti UN.

"Bagi mereka yang berasal dari golongan mampu, tentunya tidak jadi masalah, persiapan bisa lebih baik. Tetapi, bagi yang tidak mampu, jangankan biaya bimbel (bimbingan belajar), untuk biaya makan dan sarapan guna mengikuti pemantapan tambahan di luar jam pelajaran normal saja mungkin sulit," ujar Ketua Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan ini.

Kendala ini dirasakan betul oleh Lukman Abdullah (41), orangtua siswa dengan dua putri kembar yang tengah bersiap menghadapi UN. Karena keterbatasan biaya, ia tidak memasukkan kedua anaknya ke lembaga bimbingan belajar. Selain di sekolah, persiapan UN dilakukan secara swadaya dengan belajar ekstra di rumah.

Namun, saat ini ia cemas jika salah satu putrinya tidak lulus. "Bayangkan, berapa banyak waktu yang terbuang, rupiah yang hilang, jika sampai tidak lulus? Kalau uang berlimpah mungkin tidak jadi soal, tapi kalau sebaliknya, bagaimana?" ucapnya khawatir.

Padahal, biaya untuk bimbingan belajar setidaknya mencapai Rp 6 juta-Rp 12 juta per tahun, bergantung pada jenis program, waktu, dan lembaganya. Sementara sebagai pembanding, biaya SPP bulanan di sebuah SMA negeri terfavorit di Kota Bandung hanya Rp 250.000.

Artinya, biaya bimbingan belajar setahun bisa untuk membiayai SPP hingga tamat sekolah. "Kalau UN tidak ada, tidak mungkin saya juga ikut-ikutan bimbel," tutur Riana Yahmil A, siswa SMAN 9 Bandung yang merasa kepercayaan dirinya meningkat dengan mengikuti bimbingan belajar. Di luar batas nalar

Menyikapi persoalan ini, anggota Forum Orangtua Siswa, Dedi Gustiar, berpandangan, UN yang menentukan kelulusan mendorong orangtua, siswa, guru, serta kepala sekolah bertindak di luar batas nalar. Salah satunya, mengeluarkan biaya berlebih.

"UN menjadikan mereka tidak berpikir sehat. Berbagai cara dilakukan asalkan siswa bisa lulus dan memiliki nilai baik," tutur Dedi. Yang lebih mengkhawatirkan, jika upaya mendorong kelulusan itu dilakukan secara tidak jujur, yaitu sampai membeli soal atau melakukan tindak kecurangan lainnya.

"Jika ini terjadi, pendidikan sudah rusak. Aspek moral dan mental yang semestinya ditekankan di pendidikan telah hilang. Ini menjadi harga mahal UN. BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) tidak pernah sampai berpikir ke sana," katanya.

Secara terpisah, ditemui seusai bertemu Gubernur Jawa Barat, anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Jabar, Ginandjar Kartasasmita, menyatakan menolak penyelenggaraan UN. Alasannya, UN mengurangi hak guru menilai prestasi siswanya selama belajar di sekolah. Sofyan Yahya, anggota DPD lainnya, menyayangkan sikap pemerintah yang bersikeras melaksanakan UN meski sudah ada putusan kasasi dari Mahkamah Agung.


Komentar :

ada 0 komentar ke “Ujian Nasional Picu Pemborosan Biaya”

Posting Komentar

Silakan pembaca memberikan komentar apa pun. Namun, kami akan memilah mana komentar-komentar yang akan dipublikasi.

Sebagai bentuk pertanggung-jawaban dan partisipasi, silakan pembaca memberikan identitas nama dan kota di setiap komentar dari pembaca dengan mengisi kolom Name/Url yang tertera di bawah komentar pembaca. Misalnya, Anggun, Denpasar.

Terima kasih.

 

© Bingkai Merah, Organisasi Media Rakyat: "Mengorganisir Massa Melalui Informasi". Email: bingkaimerah@yahoo.co.id