9 November 2009

Bertahan dengan Uang Makan Lima Ratus Perak!

Bidah (37) menutup kepalanya dengan potongan kardus pembungkus botol air mineral ketika awan merayap pergi meninggalkan matahari yang sedang bersinar terik. Inilah hari kedua Bidah berjemur di bawah "panggangan" matahari bersama rekan-rekannya sesama buruh.


Namun, panas siang masih kalah kuat dibandingkan dengan kegigihan Bidah dan rekan-rekannya memperjuangkan keinginan mereka. Bidah adalah satu dari sekitar 200 buruh PT Saraswati Garmindo, Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, yang menggelar mogok kerja mulai Senin hingga Selasa (3/11).

"Kami meminta agar perusahaan menaikkan tunjangan makan dan transportasi. Masak uang makan dan transportasi masing-masing hanya Rp 500 per hari?" ujar Bidah. Sambil berkelakar, Bidah berujar, "Uang segitu mah buat beli cilok juga kurang, buat naik angkot juga baru duduk sudah disuruh turun lagi," kata Bidah.

Ungkapan satir itu terasa pedih bila menyimak keseharian hidup para buruh dalam mencukupi kebutuhan hidup mereka. Baida (26), buruh lain, mengatakan, mereka umumnya mendapat gaji pokok Rp 640.000. Setelah diitambah tunjangan dan uang lembur, gaji mereka setiap bulan pun tak sampai Rp 750.000.

"Untuk makan pada istirahat siang dan transpor saja sudah habis Rp 300.000 sebulan. Belum lagi kebutuhan anak untuk sekolah dan kebutuhan rumah lainnya. Gaji bulanan pasti langsung habis buat bayar utang. Istilahnya, kalau kami gajian, itu tinggal menerima struk wungkul (saja)," kata Baida.

Kenaikan harga kebutuhan pokok yang tidak diimbangi kenaikan upah memang membuat buruh kelimpungan. Istilah gali lubang tutup lubang, membayar utang dengan utang lagi, adalah hal biasa bagi mereka. Maka, mogok kerja menjadi pilihan terakhir buruh tatkala pengusaha tak merespons keinginan mereka. Sayang, negosiasi dengan manajemen tidak menguntungkan buruh yang sebagian besar merupakan tenaga kontrak.

Terpuruk?

Jajaran manajemen yang dipimpin Mr Jhossy dan Chandu Lal mengungkapkan, selama tiga tahun terakhir, bisnis garmen terpuruk. "Selama tiga tahun ini tak ada lagi ekspor. Kami juga hanya menjadi subkontraktor importir lain," kata Chandu.

Dengan kondisi itu, manajemen mengaku tak bisa berbuat lebih banyak, selain memberikan remunerasi sesuai ketentuan undang-undang. "Untuk tenaga kerja kontrak, kewajiban kami sesuai undang-undang di Indonesia adalah memberikan upah di atas upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Hanya itu yang bisa kami lakukan," kata Jhossy.

Eliyawati, Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia PT Saraswati Garmindo, mengaku berat menerima hasil negosiasi itu. "Saya harus memberi penjelasan seperti apa lagi kepada kawan-kawan yang menunggu hasil negosiasi ini. Mereka berharap banyak agar tunjangan makan dan transportasi bisa naik," kata Eliyawati.

Buruh masih terus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka dengan tunjangan sekecil itu. Kemiskinan secara struktural memang menciptakan komunitas proletar yang seolah-olah tidak mengalami persoalan ekonomi. Itulah kelihaian kapitalis. (A.Handoko)

Komentar :

ada 0 komentar ke “Bertahan dengan Uang Makan Lima Ratus Perak!”

Posting Komentar

Silakan pembaca memberikan komentar apa pun. Namun, kami akan memilah mana komentar-komentar yang akan dipublikasi.

Sebagai bentuk pertanggung-jawaban dan partisipasi, silakan pembaca memberikan identitas nama dan kota di setiap komentar dari pembaca dengan mengisi kolom Name/Url yang tertera di bawah komentar pembaca. Misalnya, Anggun, Denpasar.

Terima kasih.

 

© Bingkai Merah, Organisasi Media Rakyat: "Mengorganisir Massa Melalui Informasi". Email: bingkaimerah@yahoo.co.id