6 Januari 2010

Perjuangan Hidup Dari Barang Bekas

Jakarta - Wajah Tinah tampak lusuh dan tua. Padahal, usianya belum lagi genap 50 tahun. Tapi kulitnya yang hitam terlihat keriput dimakan panasnya matahari dan debu. Setiap hari, warga RT 16 RW 4, Kampung Bojong, Kelurahan Rawa Buaya, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat itu turut membantu suaminya, Karno (52) bekerja mengumpulkan barang-barang bekas yang masih dapat didaur ulang.

"Setiap hari dari jam enam pagi saya dan suami sudah pergi nyari koran bekas, kardus, botol, dan barang-barang bekas lainnya untuk dijual ke pengumpul yang nggak jauh dari sini," tuturnya pada SP.

Menjelang beduk magrib, barulah Tinah beranjak pulang ke rumah petaknya yang terbuat dari papan dan kayu. Sampai di rumah, Tinah belum dapat beristirahat, karena ia masih harus mengurus 5 anaknya yang masih kecil-kecil.

"Kalau ngurus rumah anak saya yang gede, umur 15 tahun udah bisa bantuin nyapu dan ngepel rumah. Dia juga bisa tolongin masak nasi, nanti lauknya anak-anak tinggal beli di warung," ungkapnya.

Sebagai ibu, Tinah sadar betul, selain membantu suami mencari rezeki, dirinya juga bertanggung jawab dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Sebab itu, meski tubuhnya telah letih menyusuri jalan-jalan Jakarta mencari barang-barang rongsokan, ia masih tetap punya tenaga ekstra untuk memperhatikan dan mengurus anak-anaknya.

"Cape sebenarnya badan, tapi kasihan anak-anak masih kecil-kecil. Kalau bukan saya yang ngurus mereka siapa lagi. Bapaknya mana mau gendongin si kecil. Kalau udah di rumah maunya istirahat. Ya namanya juga laki-laki," keluhnya seraya tersenyum.

Meski pendidikannya tak sampai lulus SD, Tinah mengaku tetap berusaha membantu anak-anaknya belajar. Jika ia sendiri tak mengerti, biasanya si sulung yang duduk di bangku kelas 3 SMP, akan membantu membimbing dua adiknya yang duduk di kelas 6 dan 4 SD.

"Ibu mah cuma bisa ngajarin tambah-tambahan dan pengurangan. Kalau PR nya susah yang nolongin mpoknya, kan dia udah SMP," ujarnya.

Secara ekonomi, kehidupan keluarga Tinah memang jauh dari cukup. Dengan pekerjaan sebagai pengumpul barang bekas, ia dna suaminya hanya mampu memperoleh uang antara Rp 20.000-Rp 40.000 per hari.

"Uang segitu dibagi buat makan anak-anak, biaya sekolah, jajan, dan sewa rumah," akunya.

Kesulitan hidup yang ia jalani, tak membuat Tinah mengeluh. Prinsipnya. Walau tak bisa makan enak yang penting anak-anaknya bisa makan dan sekolah. Ia berharap bekal pendidikan yang diberikan pada kelima anaknya kelak akan menolong mereka keluar dari garis kemiskinan.

"Hidup kami udah susah, saya berharap anak-anak nanti hidupnya tidak seperti orangtuanya serbakekurangan. Sebab, itu walau cuma bisa ngasih makan anak-anak dengan lauk seadanya, yang penting kami bisa tetap menyekolahkan mereka," tandasnya.

Dikutip dari : prakarsa-rakyat.org

Komentar :

ada 0 komentar ke “Perjuangan Hidup Dari Barang Bekas”

Posting Komentar

Silakan pembaca memberikan komentar apa pun. Namun, kami akan memilah mana komentar-komentar yang akan dipublikasi.

Sebagai bentuk pertanggung-jawaban dan partisipasi, silakan pembaca memberikan identitas nama dan kota di setiap komentar dari pembaca dengan mengisi kolom Name/Url yang tertera di bawah komentar pembaca. Misalnya, Anggun, Denpasar.

Terima kasih.

 

© Bingkai Merah, Organisasi Media Rakyat: "Mengorganisir Massa Melalui Informasi". Email: bingkaimerah@yahoo.co.id