Jakarta, Bingkai Merah - Hari Raya Imlek 14 February 2010. Puluhan orang mulai dari anak-anak sampai orang tua berduyung-duyung datang ke daerah petak 9, Glodok, Jakarta Barat. Tepatnya di yayasan Vihara Dharma Bakti, Jalan Kemenangan III/13 atau di Klenteng Hian Tan Keng.
Orang-orang itu datang dari banyak penjuru Jakarta. Mulai dari Tanjung Priok, Plumpang, dan daerah-daerah urban lainnya di Jakarta. Mereka adalah orang-orang yang datang untuk mendapatkan “angpao” dari etnis Tionghoa yang merayakan imlek.
Tak terkecuali Ibu Mariana (42 tahun) yang berasal dari Semper, Tanjung Priok. Ia datang sendirian berharap mendapatkan rupiah yang biasa dibagikan oleh para etnis Tionghoa. Ibu empat orang anak itu sudah datang ke Klenteng Hian Tan Keng di Petak 9 dari tiga hari yang lalu. Walau pun hari raya Imlek jatuh hari Minggu, ia rela menginap di pelataran klentang bersama warga lainnya yang juga berharap mendapatkan rupiah. Dengan kondisi sakit liver yang dideritanya dari tiga tahun yang lalu dan kesulitan ekonomi, memaksa ibu Mariana melakukan itu. Semenjak ditinggal sang suami yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas pada 2007 lalu, ia harus berjuang menghidupi keempat anaknya. Tidak seberapa uang yang ia dapat dari angpao itu. “Dari tadi malam, saya baru mendapatkan 8000 rupiah. Harus berebut dengan anak-anak muda yang tenaganya lebih kuat”, ungkap ibu Mariana.
Lain halnya dengan ibu Linah (35 tahun) bersama suami, kedua anaknya, dan juga kakak iparnya. Ibu Linah yang tinggal di daerah sekitar glodok, Jakarta Barat itu datang ke Klenteng mulai dari jam 5 pagi. “ Tahun lalu sampai sekarang saya sama keluarga datang ke sini, berharap dapat angpao dari engkoh sama cici” kata ibu Linah. Suaminya yang hanya bekerja sebagai buruh serabutan itu memaksanya mengais rupiah di hari raya Imlek. Uang yang didapat memang tidak besar, setidaknya cukup untuk makan satu hari atau jajan anak-anaknya yang masih kecil-kecil.
“Dari tadi subuh sampai sore begini, baru dapat 10000 rupiah. Lumayan mas, buat jajan anak-anak” Ibu Linah bercerita.
Tradisi membagi-bagikan angpao di hari raya Imlek menjadi kesempatan untuk warga miskin ibu kota untuk rela berdesak-desakan, panas-panasan, bahkan sampai menginap di Klenteng. “Biasanya di tiap angpao ada yang 1000 rupiah, 2000 sampai yang paling besar 5000 rupiah “, cerita Bapak Yap sebagai salah satu penjaga Vihara Hui Tek Bio yang masih satu komplek dengan Vihara Dharma Bakti.
Ini wajah lain di hari raya-raya umat beragama. Bukan hanya Imlek, di hari raya Idul Fitri, Waisak, Natal dan lainnya, banyak warga miskin ibu kota yang harus mengemis untuk mendapatkan rezeki dari warga lain yang mampu. Di saat sebagian kecil warga bersuka ria dengan makan-makanan yang banyak, penuh dengan suka cita, sebagian besar warga lainnya justru berdesak-desakan, sikut-sikutan demi mendapatkan rupiah. Potret miris dari manusia-manusia yang tinggal di Ibu kota dan kota-kota lainnya di Indonesia. Ketertindasan secara struktural harus mereka rasakan di negara yang telah 65 tahun merdeka. (PSG)
Foto: Yogi Suryana.
15 Februari 2010
Mengais Rupiah di Hari Raya Imlek
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Komentar :
Posting Komentar
Silakan pembaca memberikan komentar apa pun. Namun, kami akan memilah mana komentar-komentar yang akan dipublikasi.
Sebagai bentuk pertanggung-jawaban dan partisipasi, silakan pembaca memberikan identitas nama dan kota di setiap komentar dari pembaca dengan mengisi kolom Name/Url yang tertera di bawah komentar pembaca. Misalnya, Anggun, Denpasar.
Terima kasih.