21 Oktober 2010

Enam Tahun Pemerintahan SBY Menyengsarakan Rakyat

Jakarta, Bingkai Merah – Sudah enam tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) berjalan. Selama enam tahun itu kondisi rakyat tidak bertambah baik. Rakyat justru semakin sengsara. Hal itu yang mengemuka pada suasana aksi massa di depan Istana Negara yang dihadiri ribuan orang tepat satu tahun Kabinet Indonesia Bersatu II (20/10).

Aksi massa yang terdiri dari enam kelompok besar itu menilai berbagai kebijakan selama enam tahun pemerintahan SBY gagal menyejahterakan rakyat. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), angka kemiskinan masih sangat tinggi mencapai 32,03 juta orang. Pengangguran mencapai 8,59 juta orang. 73,6 juta orang menggantungkan hidupnya di sektor informal yang rentan diperas dan digusur oleh aparat.

Di sektor perburuhan, dari 17 perusahaan yang tersebar di Jabodetabek saja sebanyak 16.227 buruh, lebih dari setengahnya adalah pekerja kontrak jangka pendek. Mereka hanya mendapatkan upah yang jauh dari pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Belum lagi yang dialami buruh migran. Banyak di antara mereka tidak mendapatkan jaminan keamanan dan kesejahteraan. Angka kematian buruh migran di luar negeri di 14 negara selama 2009 mencapai 1.018 orang.

Di sektor pendidikan, siswa yang putus sekolah tingkat SD dan SMP mencapai 768.960. Yang tidak mampu secara ekonomi melanjutkan ke jenjang SMA lebih banyak lagi. Jumlahnya mencapai 1.26 juta siswa.

Di sektor kesehatan, angka gizi buruk yang dialami anak-anak mencapai 1.389 (2010). Angka kematian ibu melahirkan 228 per 100.000 kelahiran. Hal itu terjadi karena harga kebutuhan pokok tidak terjangkau oleh rakyat miskin dan biaya pengobatan begitu tinggi.

Di sektor lingkungan, eksploitasi sumber daya alam dibiarkan pada kondisi yang rusak oleh korporasi yang didukung oleh negara. Pimpinannya banyak bercokol di instansi negara. Sehingga, tidak ada pertanggungjawaban ke rakyat. Bahkan, rakyat terkena dampak dari kerusakan itu. Lumpur Lapindo menjadi salah satu contoh kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh korporasi dan negara.

Di sektor hukum, penegakan hukum dan hak asasi manusia masih diabaikan oleh pemerintah. Rejim SBY pun masih korup dan represif saat berhadapan dengan rakyat.

Belum lagi berbagai kebijakan ekonomi, politik, dan hukum yang merugikan rakyat.

Atas beberapa fakta di atas, para pengunjuk rasa menginginkan SBY tidak lagi memerintah. Lebih dari itu, beberapa kelompok buruh, petani, pemuda dan mahasiswa, dan perempuan progresif, berpendapat elit-elit yang berkuasa saat ini mengabaikan rakyat. Di tangan mereka, distribusi sumber daya hanya berada pada kelompok berkuasa secara politik dan modal. Hal itu membuat harga-harga naik. Rakyat semakin sengsara.

Pada umumnya, massa aksi mengehendaki terwujudnya reforma agraria, kesejahteraan buruh, penghapusan hutang luar negeri, perlindungan terhadap anak dan perempuan, kesehatan dan pendidikan gratis, pelestarian lingkungan, pemutusan hubungan dengan Bank Dunia, nasionalisasi sumber daya, perubahan sistem dan struktur politik borjuasi, dan bergantinya sistem ekonomi-politik kapitalistik dengan sosialistik.

Tidak ada insiden berarti yang terjadi di depan Istana. Meski, sempat terlihat salah satu kelompok massa bentrok fisik dengan aparat kepolisian.

Penembakan Mahasiswa
Berbeda kondisinya di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. 30 orang dari KM Raya bentrok dengan aparat kepolisian. Berawal dari aksi unjuk rasa yang dimulai pukul 13.00 WIB. Tidak lama kemudian, massa aksi mulai merangsek ke tengah jalan sambil membakar ban bekas. Saat itu, polisi mulai represif agar mahasiswa membubarkan diri.

Begitu barisan mahasiswa berlari ke dalam Jalan Kimia, salah satu polisi berpakaian sipil menembak salah satu mahasiswa di kakinya. Mahasiswa itu bernama Farel Restu. Ia hingga kini dirawat di RS. Cipto Mangunkusomo. Tiga mahasiswa lainnya sempat ditahan. Namun, menjelang malam, akhirnya ketiganya dibebaskan. Mahasiswa menuntut agar pelaku penembakan yang dilakukan oleh oknum polisi ditahan. Namun, polisi belum juga menanggapi serius tuntutan mahasiswa saat itu.

Setelah melewati negosiasi panjang yang dihadiri oleh Ridha Saleh, komisioner Komnas HAM, akhirnya barisan massa bersedia membubarkan diri pada pukul 19.30 WIB.

Selain di Jakarta, aksi massa menolak pemerintahan SBY-Boediono juga berlangsung di beberapa kota. Mereka menuntut hal yang sama dengan kemarahan dan ketidakpuasan yang sama. Menurut mereka selama pemerintahan SBY berkuasa, rakyat semakin sengsara. SBY dan Boediono semakin mengambil jalan ekonomi politik neoliberal yang terbukti menyengsarakan rakyat. Oleh karena itu, jangan biarkan SBY menyelesaikan masa pemerintahan keduanya. (bfs)

Foto: Kornelius Pinondang.
----------------
Foto-foto selengkapnya klik di sini. (Foto-foto: Candra Irawan, Yogi Suryana, Kornelius Pinondang)

Komentar :

ada 0 komentar ke “Enam Tahun Pemerintahan SBY Menyengsarakan Rakyat”

Posting Komentar

Silakan pembaca memberikan komentar apa pun. Namun, kami akan memilah mana komentar-komentar yang akan dipublikasi.

Sebagai bentuk pertanggung-jawaban dan partisipasi, silakan pembaca memberikan identitas nama dan kota di setiap komentar dari pembaca dengan mengisi kolom Name/Url yang tertera di bawah komentar pembaca. Misalnya, Anggun, Denpasar.

Terima kasih.

 

© Bingkai Merah, Organisasi Media Rakyat: "Mengorganisir Massa Melalui Informasi". Email: bingkaimerah@yahoo.co.id