17 Januari 2011

Pemuda Miskin, Martir Revolusi Tunisia

Montreal, Bingkai Merah – Seiring perubahan situasi politik yang telah melanda Tunisia, akhir pekan lalu, seribu orang lebih berunjuk rasa, bersolidaritas, dan mendukung revolusi Tunisia (15/01). Aksi massa yang turut dihadiri oleh solidaritas partai kiri pendukung kedaulatan Quebec itu digelar juga untuk pemuda-pemuda miskin, martir revolusi Tunisia.

“Sekali rakyat berlawan kepada kekuasaan yang korup, sesungguhnya pada akhirnya mereka pasti menang.” kata David, Ketua Partai Quebec Solidaire (Gazette).

Gelora perlawanan revolusi Tunisia dipicu oleh aksi bunuh diri Muhammad Bouazizi (26). Bouazazi memutuskan bunuh diri setelah ia ditangkap, ditampar, dan mendapatkan cacian dan hinaan dari seorang polisi yang melarangnya berjualan buah. Ia berjualan setelah menganggur sekian lama. Ijasah dari perguruan tinggi pada Desember tahun lalu tidak membuat ia diterima bekerja.

Aksi nekatnya memicu aksi bunuh diri lainnya. Seorang pemuda lainnya mengakhiri hidup dengan sengaja menyentuh kabel bertegangan tinggi.

Para pemuda miskin dan menganggur itu memang pada akhirnya menyerah kepada kemiskinan dan rejim kekuasaan militer yang korup. Akan tetapi, aksi bunuh diri mereka telah melahirkan revolusi rakyat Tunisia yang menginginkan demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan.

Selama sebulan, aksi-aksi revolusioner berlangsung di berbagai kota. Akhirnya, berujung pada pelarian diri Zine El Abidine Ben Ali ke Arab Saudi. Revolusi telah mencaplok kekuasaan Presiden diktator bangsa Afrika itu.

“Hal ini sungguh berarti bagi kami. Setelah sekian lama kami menunggu, tiba saatnya rakyat Tunisia bisa hidup merdeka seutuhnya dan berdaulat,” ungkap Washim, pemuda asal Tunisia yang kini merantau ke Provinsi Quebec lantaran mayoritas penduduknya berbahasa Prancis.

Tunisa sendiri merdeka pada 1956 setelah berhasil melepaskan diri dari kolonial-penjajahan Prancis. Sebagai presiden kedua Tunisa, Zine El Abidine Ben Ali naik ke puncak kekuasaan melalui kudeta Militer pada November 1987, menggantikan Habib Bourguiba.

Kisah mantan presiden Zine El Abidine Ben Ali dinilai memiliki kedekatan khusus dengan pemerintah barat. Hal itu bermula sejak ia menempuh pendidikan dan karir militernya di akademi militer Prancis dan Amerika.

Setelah lebih dari duapuluh tahun berkuasa, rakyat Tunisia di bawah kekuasaan militernya seringkali mengalami represi. Para jurnalis dibelenggu dan media-media disensor. Rakyat tidak memilki hak untuk mengungkapkan keluh kesahnya dan tidak bebas mengungkapkan pendapatnya. Meskipun ada upaya-upaya dari oposisi dan gerakan rakyat lainnya, seringkali “suara” mereka dibungkam dan berakhir dengan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia.

Korupsi, nepotisme, dan kebijakan-kebijakan pro barat selama masa dua dekade lamanya Ben Ali berkuasa, membawa pembangunan ekonomi negara itu ke arah melonjaknya pengangguran dan kemiskinan.

“Kini tibalah saatnya, setelah revolusi Tunisia, rakyat bangsa-bangsa Arab yang masih miskin dan terbelenggu rejim anti demokrasi, akan bangkit dan menorehkan sejarah baru, revolusi di tanah bangsa-bangsa Arab,” ujar Faher, pemuda berdarah Palestina yang antusias mendukung revolusi rakyat Tunisia. (ac)

Foto: Andri Cahyadi.

Komentar :

ada 1
Unknown mengatakan...
pada hari 

Trimakasi untuk informasinya. semoga refolusi juga terjadi di indonesia.

Posting Komentar

Silakan pembaca memberikan komentar apa pun. Namun, kami akan memilah mana komentar-komentar yang akan dipublikasi.

Sebagai bentuk pertanggung-jawaban dan partisipasi, silakan pembaca memberikan identitas nama dan kota di setiap komentar dari pembaca dengan mengisi kolom Name/Url yang tertera di bawah komentar pembaca. Misalnya, Anggun, Denpasar.

Terima kasih.

 

© Bingkai Merah, Organisasi Media Rakyat: "Mengorganisir Massa Melalui Informasi". Email: bingkaimerah@yahoo.co.id