26 April 2011

YPKP 65: 'Pemindahan Jenasah' Heru Atmodjo Bentuk Kesewenangan

Berikut ini pemberitaan mengenai tekanan dari Angkatan Darat atas pemindahan jenasah mantan Perwira Intelejen Letkol AURI Heru Atmodjo dari Taman Makam Pahlawan. Pemberitaan ini memuat sepenuhnya pernyataan sikap yang dikeluarkan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65).


Pernyataan Sikap YPKP 65
01/YPKP65/04/2011

“Tekanan untuk Pemindahan Jenasah Alm. Heru Atmodjo Bentuk Kesewenangan”


Jenasah mantan Perwira Intelejen Letkol Angkatan Udara Heru Atmodjo yang dimakamkan pada 29 Januari 2011 di Taman Makam Pahlawan terpaksa dipindahkan keluarganya. Pemindahan itu dilakukan pada 25 Maret sekitar pukul 23.00 WIB dengan pengawalan pasukan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Kabar ini kami terima beberapa hari setelah kejadian itu. Namun, selama ini kami urung mempublikasikannya karena permintaan keluarga almarhum.

Pada hari Senin, 25 April 2011 tersiar kabar di media-media maya bahwa makam Alm. Heru Atmodjo sudah dipugar total dan hanya meninggalkan setengah potong nisan yang masih terbuat dari kayu seolah meninggalkan pesan tidak enak dengan nuansa tidak adanya penghormatan atas jasa-jasa beliau untuk kemerdekaan bangsa ini.

Atas informasi yang beredar itu, kami kiranya perlu menyiarkan informasi yang sudah lama kami simpan ini guna memperjelas kronologi ‘pemindahan paksa’ jenasah dan pemugaran makam Alm. Heru Atmodjo, kawan yang berjuang bersama di YPKP 65 dan sosok panutan kami. Selain itu, untuk pembelajaran atas penegakkan hak asasi manusia (HAM) di tanah air dan pengungkapan sejarah yang sebenarnya.

Perlu diketahui, pemindahan jenasah Alm. Heru Atmodjo dilakukan oleh keluarga dalam keadaan terpaksa. Dilatarbelakangi oleh aksi unjuk rasa oleh kelompok yang menamakan diri Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) di kantor DPRD Jawa Timur pada pertengahan Maret lalu. Mereka menganggap jenasah Alm. Heru Atmodjo tidak layak dimakamkan di sana karena keterlibatannya di Gerakan 30 September (G30S). Tidak lama kemudian sejumlah 7 aparat tentara Angkatan Darat yang mengaku dari Cilangkap – berpakaian dinas dan sipil – mendatangi pihak keluarga dan meminta paksa agar mereka memindahkan jenasah Alm. Heru Atmodjo. Pihak keluarga yang merasa tertekan akhirnya terpaksa memindahkan jenasah beliau.

Setelah jenasah dipindahkan pada 25 Maret itu, pagi harinya, 26 Maret 2011, jenasah diterbangkan ke Malang untuk langsung dimakamkan pada pukul 11.00 WIB di Tempat Pemakaman Umum Bangil, Sidoharjo, Surabaya. Beliau berbaring berdekatan dengan makam ibunda. Pemakaman ulang itu pun dihadiri oleh jajaran AURI.

Atas kejadian ini, YPKP 65 memandang tekanan yang dilakukan Angkatan Darat dan antek-anteknya yang diwakili oleh GUIB mengatasnamakan Islam kepada keluarga merupakan bentuk kesewenangan yang melanggar kaidah kultur, sosial, dan hukum. Perbuatan itu tidak sinkron di tengah upaya jargon-jargon negara tentang demokrasi dan penegakkan HAM dan pembenahan di tubuh militer.

Kami juga memandang perbuatan itu merupakan upaya tradisi Angkatan Darat yang berusaha menutupi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan masa silam atas tragedi 1965. Sekaligus, upaya konvensional terus menerus dalam meniupkan stigma negatif komunisme kepada mereka yang bertentangan dengan kepentingan Angkatan Darat dan kekuasaan status qou.

Atas pembiaran kejadian ‘pemindahan paksa’ jenasah Alm. Heru Atmodjo, kami memandang negara belum menujukkan upaya serius di dalam penegakkan HAM di masa lalu. Padahal, tragedi 1965 memuat unsur-unsur pelanggaran HAM berat dengan jumlah korban jutaan jiwa. Justru, pembiaran ini menjadi salah satu indikator adanya upaya impunitas dari pemerintah atas pelaku-pelaku pelanggaran HAM di masa silam yang dilakukan oleh diktator militer Orde Baru, Soeharto dan jajarannya.

Dalam kesempatan ini, kami ingin meluruskan sejarah tentang salah sangka keterlibatan Letkol Heru Atmodjo di dalam G30S. Alm. Heru Atmodjo tidak pernah terlibat langsung maupun tidak langsung dengan G30S seperti yang tertuang di dalam fiksi sejarah versi Orde Baru. Menurut kesaksian yang pernah diutarakan almarhum, kehadirannya di Istana Negara pada 30 September malam untuk menginformasikan soal konstelasi politik dan menjemput Soekarno yang diduga berada di Istana dengan motivasi ingin melindungi Soekarno. Namun, Soekarno saat itu tidak ada di Istana. Beliau diinstruksikan langsung oleh Panglima AURI, Laksamana Madya Udara Oemar Dhani.

Pencatutan nama beliau di dalam daftar Dewan Revolusi yang dituduh dalang G30S saat itu pun tidak disadarinya. Beliau merasa dijebak oleh skenario operasi intelejen yang didukung oleh Amerika Serikat dengan CIA dan Angkatan Darat faksi Soeharto. Mereka ingin menjatuhkan kepemimpinan Soekarno yang anti imperialis secara tidak langsung. Penghancuran Soekarno tanpa penghancuran dukungan rakyat, terlebih dukungan penuh dari massa Partai Komunis Indonesia, sama artinya tidak mungkin. Oleh karena itu, rekayasa G30S menjadi dalih atas pembunuhan dan penangkapan seluruh kekuatan gerakan revolusioner saat itu. Alm. Heru Atmodjo berada di barisan revolusioner itu.

Dedikasi perjuangan Alm. Heru Atmodjo teruji sejak perlawanannya menghadapi kolonial. Beliau pernah ikut berjuang menghadapi agresi Belanda di masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Sebagai pilot pesawat tempur, beliau pernah ditugaskan di dalam pembebasan Irian Barat dan penumpasan pemberontakan PRRI/Permesta dan DI TII, antek-antek imperialis.

Atas jasanya itu, Presiden Soekarno telah memberikan mendali Bintang Gerilya kepadanya. Namun, rencana pemberian mendali itu bertepatan dengan gegernya peristiwa politik berdarah G30S. Mendali diterimanya di kemudian jauh hari melalui tangan Oemar Dhani. Mendali yang diterimanya itu membuat beliau layak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Pada acara pemakaman, wakil pemerintah dan AURI mengucapkan penghargaan atas jasa Alm. Heru Atmodjo. Upacara kemiliteran AURI dengan salvo senjata, pengheningan cipta, iringan musik untuk penghormatan terakhir, dan penutupan peti jenasah dengan Bendera Merah Putih menunjukan Alm. Heru Atmodjo layak untuk dihormati sebagai anak bangsa yang berjasa di dalam revolusi kemerdekaan Indonesia.

Terjadinya ‘pemindahan paksa’ jenasah beliau dan pembongkaran makam secara total menjadi sebuah penghinaan besar atas arti penghormatan jasa orang-orang yang begitu berjasa untuk tanah air. Sekaligus, penghinaan besar atas arti kemerdekaan kita. Yang disayangkan penghinaan itu dilakukan oleh Angkatan Darat dan negara membiarkannya.

Oleh karena itu, YPKP 65 mendesak pemerintah untuk menyelesaikan persoalan itu dengan tetap menghormati jasa-jasa Alm. Heru Atmodjo selama hidupnya. Pemerintah juga harus menindak tegas Angkatan Darat yang telah melakukan tekanan terhadap keluarga korban untuk memindahkan jenasah almarhum. Lebih dari itu, pemerintah harus segera menyelesaikan pelanggaran HAM berat 1965 untuk menjawab rasa keadilan korban dan kebenaran bagi semua orang. Yang tidak kalah penting, agar tragedi kemanusiaan dan politik 1965 tidak terulang di kemudian hari.

Jakarta, 25 April 2011.

Hormat kami,

Bedjo Untung
Ketua YPKP 65

Heru Suprapto
Sekretaris II YPKP 65
---------------
Foto: Bingkai Merah.

Komentar :

ada 4 komentar ke “YPKP 65: 'Pemindahan Jenasah' Heru Atmodjo Bentuk Kesewenangan”
Anonim mengatakan...
pada hari 

lagi lagi mengatas namakan 5 huruf dlm satu kata ISLAM.yg jadi pertanyaan adalah dimanakah penegakan sila sila butir butir PANCASILA ?

Anonim mengatakan...
pada hari 

sejarah kebenaran sedikit-demi sedikit akan terus terungkap. sudah sepantasnya generasi Indonesia mengetahui sejarah benar bangsanya sendiri.

sri mengatakan...
pada hari 

kebenaran selalu menjadi titik kecil yang tak terlihat oleh kasat mata di negara kita, sungguh sangat di sayangkan.. orang yang mengabdikan diri sampai akhir hayatnya untuk bangsa, sampai saat ini pun masih dirampas hak-haknya.
semoga para pemimpin indonesia kelak dapat "Menjunjung Tinggi Kemanuasiaan yang ADIL dan BERADAB.

N.s

Anonim mengatakan...
pada hari 

Memperihatinkan.....hanya itu kata yang tepat untuk komentar saya. Dalam kasus ini muncul pertanyaan saya: mengapa pemerintah (Angkatan Darat) terlambat mengambil keputusan, apabila pelarangan tersebut diberikan sebelum pemakaman saya yakin keluarga pasti akan memakamkan di Tempat Pemakaman Umum.

Posting Komentar

Silakan pembaca memberikan komentar apa pun. Namun, kami akan memilah mana komentar-komentar yang akan dipublikasi.

Sebagai bentuk pertanggung-jawaban dan partisipasi, silakan pembaca memberikan identitas nama dan kota di setiap komentar dari pembaca dengan mengisi kolom Name/Url yang tertera di bawah komentar pembaca. Misalnya, Anggun, Denpasar.

Terima kasih.

 

© Bingkai Merah, Organisasi Media Rakyat: "Mengorganisir Massa Melalui Informasi". Email: bingkaimerah@yahoo.co.id