19 Desember 2010

Buruh Migran Dijadikan Barang Dagangan

Jakarta, Bingkai Merah – Selama ini buruh migran diperlakukan seperti barang dagangan atau komoditi. Hal itu disampaikan Retno Dewi dari Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia saat mengikuti aksi massa di dalam memperingati Hari Buruh Migran Internasional di depan Istana Negara (18/12).

Aksi massa yang dihadiri oleh puluhan orang itu menegaskan bahwa pemerintah menjadikan persoalan perburuhan migran sebagai lahan investasi yang menggiurkan. Mereka dijadikan komoditi. Kepentingan itu termuat dalam Instruksi Presiden (Inpres) No.3 Tahun 2006 tentang Perbaikan Iklim Investasi. Di peraturan itu, pengiriman tenaga kerja telah menjadi prioritas pemerintah untuk perbaikan iklim investasi.

Implikasi dari Inpres itu, keluar Impres lanjutan yang tertuang dalam Inpres No.6 Tahun 2006 tentang Perbaikan Balai Latihan Kerja dan memperlonggar peraturan dalam pembentukan perusahaan penempatan tenaga kerja Indonesia swasta, seperti Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).

Dengan adanya peraturan-peraturan itu, buruh migran justru dibebani biaya. Buruh migran dipaksa membayar biaya penempatan yang diatur di dalam Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKILN) Pasal 76 Ayat (2). Sehingga, buruh migran dijerat pada perbudakan hutang (debt bondage).

Biaya yang ditanggung buruh migran tidak tanggung-tanggung. Mereka yang ditempatkan di Taiwan menanggung biaya penempatan sebesar 20 - 30 juta rupiah. Di Hong Kong mencapai 21 juta rupiah dan Singapura mencapai 15 juta rupiah. Begitu pun di negara-negara lainnya.

UU PPTKILN memang tidak memuat kuatnya perlindungan pemerintah kepada buruh migran. Dari 109 pasal di dalam undang-undang itu, hanya delapan pasal yang memuat perlindungan buruh migran. Selebihnya, mengatur tentang penempatan buruh migran dan pendirian perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia. Sehingga, pengusaha beramai-ramai mencari calon buruh migran tanpa menjamin perlindungannya bak perdagangan manusia.

Selain itu, kejahatan pemerintah terhadap buruh migran juga diperlihatkan dengan penyimpangan aturan di undang-undang itu. Pada Pasal 27 Ayat (1)nya, penetapan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ketika ada perjanjian tertulis yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MOU) di antara kedua negara. Pemerintah telah melanggar itu. Pemerintah telah menempatkan buruh migran ke 42 negara, mulai dari Asia, Eropa, hingga Amerika. Namun, hanya 10 negara yang telah membuat MOU, yaitu Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, Kuwait, Yordania, Uni Emirat Arab, Syria, Libya, dan Qatar.

“Tidak adanya MOU antara pemerintah dengan negara tujuan membuat buruh migran berada pada kondisi migrasi yang berisiko tinggi kekerasan, perampasan, upah, bahkan kematian,” tutur Retno.

Pemerintah pun belum juga mengesahkan Konvenan PBB Tahun 1990 tentang Hak Perlindungan Buruh Migran dan Keluarganya. Padahal, negara telah diuntungkan dengan devisa yang mencapai 6.639 juta dollar Amerika.

Atas dasar itu, di Hari Buruh Migran Internasional itu pemerintah digugat untuk bertanggung-jawab atas perlindungan, tindak kekerasan, dan pemotongan upah yang dialami buruh migran. Mereka juga meminta pemerintah menghapuskan Biaya Penempatan yang ditanggung buruh migran, terminal khusus TKI, dan PJTKI.

Pemerintah seharusnya melindungi hak-hak buruh migran dan keluarganya, bukan menjadikan mereka barang dagangan yang laku dijaul di pasar internasional. (bfs)


Artikel Terkait:
Segera Ratifikasi Konvenan Buruh Migran
Buruh Migran Korban Pelanggaran HAM
Berlawan dari Tanah Rantau

Komentar :

ada 0 komentar ke “Buruh Migran Dijadikan Barang Dagangan”

Posting Komentar

Silakan pembaca memberikan komentar apa pun. Namun, kami akan memilah mana komentar-komentar yang akan dipublikasi.

Sebagai bentuk pertanggung-jawaban dan partisipasi, silakan pembaca memberikan identitas nama dan kota di setiap komentar dari pembaca dengan mengisi kolom Name/Url yang tertera di bawah komentar pembaca. Misalnya, Anggun, Denpasar.

Terima kasih.

 

© Bingkai Merah, Organisasi Media Rakyat: "Mengorganisir Massa Melalui Informasi". Email: bingkaimerah@yahoo.co.id