Sitok Srengenge/Ilustrasi |
Perempuan miskin merupakan entitas yang paling merasakan dampak buruk dari agenda-agenda neoliberalisme. Mereka berada di posisi subordinat dalam kultur partiarki, lemah secara ekonomi, dan secara sosial mengalami alienisasi dan deskreditasi sosial berdasarkan kelas ekonomi dan struktur politik di hadapan kelompok masyarakat yang memiliki basis ketahanan ekonomi dan kekuasaan politik relatif kuat.
Lebih dari 50 Al-Quran dibakar di Kampung Cisalada, Desa Ciampea, kawasan pemukiman jama’ah Ahmadiyah. Al-Quran yang dibakar sama seperti Al-Quran yang digunakan umat Islam di seluruh dunia. Kejadian itu terjadi pada Jumat (3/10) sekitar pukul 19.30 WIB.
Kita sangat sulit menemukan Tirto Adi Suryo dan Kartini muda saat ini. Kita sulit menemukan dedikasi seorang pemuda-pemudi masa kini yang membela rakyat miskin dengan pemikiran yang cerdas, progresif, dan militan. Kebanyakan pemuda-pemudi masa kini merupakan generasi mie instan. Generasi “impor” dan siap santap dengan cita rasa yang seragam dan bergizi rendah.
Malam seribu lilin digelar di Bundaran Hotel Indonesia oleh setidaknya 500 orang untuk menyampaikan keprihatinan atas kondisi ketidakbebasan beragama di Indonesia (16/9). Acara yang diseleggarakan oleh Forum Solidaritas Kebebasan Beragama (FSKB) itu bentuk solidaritas terhadap sejumlah intimidasi yang dialami jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) selama tiga bulan belakangan ini.
Wawancara ini bertujuan untuk mengingatkan kembali ke masyarakat luas atas satu peristiwa yang mengubah perjalanan negara bangsa sampai saat ini. Selain itu, untuk menyebarluaskan versi sejarah yang sangat berbeda dari versi sejarah penguasa. Di dalam versi ini terlihat jelas dalang peristiwa G 30 S dan genosida 1965.
Gus Dur berbeda dengan Suharto. Gus Dur adalah ‘antitesis’ Suharto. Sebagai antitesis, ia berlawan. Ia tidak terdamaikan dengan tesis awal. Ia bertolak belakang. Sekaligus ia menawarkan pemecahan dan penyelesaian.
Suami menginginkan saya untuk tetap di rumah, mengurus kebutuhan rumah tangga, tak perlu bekerja. Tapi, ia sendiri kesusahan memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Dengan alasan itu, saya bisa meyakinkan suami bahwa tugas mencari uang dan mengurus kebutuhan rumah tangga bisa dibagi antara ia dan saya.
Seiring bergesernya waktu dan kondisi sosial-politik di Indonesia pada 1920an, Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan gerakan massa yang besar. Gerakan itu mempengaruhi perkembangan sastra dan seni di Indonesia di tengah massa rakyat. Wayang merupakan salah satu seni pertunjukan yang digarap Lembaga Kebudayaan Rakyat – satu ideologi dengan PKI – dengan basis budaya revolusioner. Wayang saat itu menjadi media propaganda, sebagaimana pengunaan wayang oleh Sunan Kali Jaga.
Akhirnya para pemimpin G-20 mencapai kesepakatan final communiqué (Minggu, 27/6). Mereka bersepakat, pada 2013 kedupuluh negara anggota G-20 memotong defisit negaranya hingga 50%. Dalam konteks Indonesia, dengan defisit sekitar 2.1% atau sebesar Rp129.8 triliun harus diturunkan menjadi Rp64.9 trilliun dalam waktu tiga tahun (2013). Caranya dengan memotong anggaran-anggaran belanja pada berbagai sektor publik.
Sitok Srengenge/Ilustrasi |
Foto: Facebook Prabowo Subianto. |
Saya bagian dari Rakyat Miskin Jakarta masih meragukan keberpihakan kepemimpinan Jokowi-Ahok kepada Rakyat Miskin dalam memimpin Jakarta ke depan. Untuk itu, dalam 100 hari pemerintahannya, saya menuntut agar Gubernur DKI Jakarta yang baru, Jokowi dibantu wakilnya, merealisasikan 13 tuntutan saya, sebagai berikut:
1. Beri pelayanan dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk gratis bagi semua Rakyat Miskin yang menetap atau tinggal di Jakarta, tanpa kecuali.
2. Beri pelayanan dan pembuatan Akte Kelahiran Gratis bagi semua anak miskin di Jakarta, baik yang tinggal di kawasan penduduk miskin dan yang terlantar di jalanan.
3. Beri tempat tinggal dan kelola tata ruang pemukiman yang lebih layak huni bagi semua Rakyat Miskin yang ada di Jakarta.
4. Beri pelayanan dan fasilitas pendidikan gratis seluruhnya dan berkualitas sejak pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi.
5. Beri pelayanan dan fasilitas kesehatan gratis seluruhnya dan berkualitas bagi semua Rakyat Miskin di Jakarta.
6. Hapuskan segala praktek penggusuran bagi seluruh Rakyat Miskin.
7. Ciptakan lapangan kerja yang merakyat bagi seluruh Rakyat Miskin di Jakarta.
8. Naikan Upah Minimum Provinsi kepada pekerja-pekerja miskin minimal 40% - 60% agar dapat menikmati kehidupan yang lebih layak.
9. Buat kebijakan terobosan pencabutan outsourcing kepada pekerja-pekerja di Jakarta.
10. Buat segala kebijakan bersifat non diskriminatif dan jadikan Jakarta untuk semua orang.
11. Kondisikan Jakarta yang ramah lingkungan dan manusiawi bagi setiap penduduknya.
12. Berantas korupsi di tubuh birokrat DKI Jakarta di segala level dan lakukan proses hukum untuk birokrat-birokrat yang korup.
13. Dukung secara pro aktif pengusutan dan penegakkan HAM atas kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Jakarta, seperti Pelanggaran HAM Berat Trisakti, Semanggi I dan II, Penculikan dan Penghilangan Paksa Aktivis 1997-1998, Tragedi Mei 1998, yang diduga melibatkan pelaku kejahatan level elit, seperti Prabowo Subiyanto, Sutiyoso, Wiranto, Susilo Bambang Yudhoyono, dll.
Demikian tuntutan kami. Semoga citra “malaikat” yang tim sukses anda gaungkan selama kampanye Pilkada DKI 2012 itu bukan hisapan jempol belaka. Buktikan dengan merealisasikan tuntutan-tuntutan saya di atas, diawali di 100 hari pemerintahan anda. Jika anda tidak sanggup, mundur saja! Saya sudah muak dengan janji manis politisi saat berkampanye. Saya sudah bosan dengar pepesan kosong para pejabat saat menjabat. Saya benci bahasa pejabat yang berkelit karena gagal memenuhi komitmennya mensejahterakan Rakyatnya. Stop bodohi Rakyat! Stop bohongi Rakyat!
Jakarta, 20 September 2012.
Hormat kami,
Rakyat Miskin DKI Jakarta.
Baca selengkapnya
Jakarta, Bingkai Merah - Aksi penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) ditunjukkan dengan tindakan arogan aparat kepolisian. Di depan Gedung Pertamina, Jalan Merdeka Timur, Gambir, Jakarta Pusat, setidaknya 14 orang ditahan polisi dalam kondisi luka-luka (27/3).
Kejadiannya sekitar pukul 16.30 WIB. Berawal dari penghadangan dan penggeledahan aparat polisi terhadap ratusan mahasiswa yang mendekati Gedung Pertamina. Para mahasiswa, yang juga berasal dari kota-kota di Jawa Barat itu, menolak tindakan sewenang-wenang aparat polisi. Polisi juga memaksa secara represif mahasiswa untuk membubarkan diri.
Aksi saling lempar batu tidak terelakan. Beberapa mahasiswa menggunakan molotov untuk melawan represi aparat. Mahasiswa dikejar-kejar dan dipukuli. Satu mobil yang diparkir di depan pintu monas rusak berat. Konflik itu terjadi lebih dari satu jam.
Mereka yang ditahan, yakni Endin Sompani, Didin, Saefudin dari Universitas Muhammadiyah Cirebon, Riko Firmanto dan Dede dari IISIP, Teddy dari Universitas Swagati Cirebon, Iqbal dan Fauzi dari Universitas Islam Negeri, Ciputat, Wilson dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Bogor, Asep dari Universitas Islam 45 Bekasi, dan Rio belum diketahui asal kampusnya.
Ada tambahan dua anak jalanan yang ditahan aparat polisi, yaitu Anton dan Ali Sadikin. Satu orang lainnya yang ditahan belum diketahui identitasnya.
Selain mahasiswa, beberapa jurnalis juga menjadi sasaran kekerasan polisi. Kamerawan salah satu stasiun tivi swasta, Adi Hardianto mendapat perlakuan kasar dari aparat Brimob Polda Metro Jaya. Kasetnya yang berisi perilaku represif aparat saat menangkap salah satu demonstran dirampas. Kamerawan stasiun tivi swasta lainnya rusak akibat penyerangan. Sedangkan dua fotografer mendapat pukulan dari aparat Brimob.
“Saya tiba-tiba ditabrak salah seorang Polisi Provos hingga terjatuh. Saat itu 10 aparat Brimob menghadang dan memojokkan saya di tembok depan Stasiun Gambir. Lima di antaranya menutupi saya dengan tameng. Kamera ditahan dengan bambu agar tidak lari. Lalu, mereka merampas kaset yang ada di kamera saya. Padahal, saya sudah menunjukkan identitas pers,” ujar Adi.
Diduga, aparat Brimob merampas kaset itu karena sebelumnya Adi mengambil gambar penangkapan pertama mahasiswa yang disertai dengan kekerasan dari polisi.
Tindakan brutal yang dipraktekkan polisi dalam pengamanan aksi sangat berlebihan dan melanggar hukum. Hal itu mencerminkan watak rejim berkuasa Susilo Yudhoyono. Sebagai seorang presiden semestinya mendengarkan aspirasi rakyatnya dari kebijakan kenaikan harga BBM yang tidak populer di mata masyarakat. (PSG)
Foto: Yogi Suryana/Bingkai Merah.
Baca selengkapnya
Bogor, Bingkai Merah – Insiden kecil hampir menyulut kembali konflik lama antara warga Kampung Cisalada, kampung jamaah Ahmadiyah, dengan sebelahnya, Kampung Kebon Kopi, Senin (16/1) sore. Berawal dari ejekan anak-anak Kampung Kebon kopi kepada anak-anak Kampung Cisalada yang sedang di atas odong-odong melewati Kampung Cisalada.
Ejekan mereka dibalas dengan lemparan batu-batu kecil anak-anak Kampung Cisalada. Akibatnya, massa dari luar Kampung Cisalada bersama pedagang odong-odong dengan sengaja melintasi Kampung Cisalada. Menurut warga setempat, tindakan massa itu sebagai psywar yang dapat menyulut konflik kembali. Insiden itu pun mendapat perhatian serius dari Humaedi, Ketua Rukun Warga (RW) setempat.
Konflik antara Kampung Cisalada dan Kampung Kebon Kopi masih kerap terjadi karena isu-isu miring dan insiden-insiden kecil. Konflik yang kerap terjadi selalu dikaitkan dengan isu Ahmadiyah.
Insiden sebelumnya pernah terjadi pertengahan 2011. Masalahnya sepele, seorang pemuda Kampung Cisalada dituduh meludahi pemuda Kampung Kebon Kopi, anak Lurah. Warga Kampung Kebon Kopi yang mendapat kabar itu merasa tidak terima dan berencana menyerang Kampung Cisalada. Tetapi, setelah dilakukan mediasi yang melibatkan anggota polisi setempat, Ketua RW, dan Lurah dengan mendatangkan terduga dan korban, ternyata insiden peludahan justru dilakukan anak lurah terhadap pemuda Kampung Cisalada yang sedang melintasi Kampung Kebon Kopi.
Warga Kampung Kebon Kopi sendiri beberapa kali pernah melakukan penyerangan ke Kampung Cisalada, Oktober 2010 lalu. Beberapa Al Quran dan sisi bangunan masjid dibakar massa. Penyerangan itu mengakibatkan kerusakan hebat masjid dan beberapa rumah penduduk.
Konflik soal Ahmadiyah hingga saat ini belum menemui titik terang penyelesaiannya. Jika terus seperti itu, dikhawatirkan akan kembali memanas. Apalagi, kebebasan beragama jamaah Ahmadiyah belum diterima oleh sebagian masyarakat. Pemerintah sendiri kurang serius menyelesaikan masalah itu. Diharapkan, pemerintah secara tegas melindungi warga negaranya dalam beragama dan beribadah sesuai amanat konstitusi Indonesia. (FRD)