13 Maret 2011

Ahmadiyah Kembali Mengalami Kekerasan

Bogor, Bingkai Merah – Tidak lama berselang dari kejadian penyerangan berdarah di Cikeusik, Banten, warga Ahmadiyah kembali mengalami kekerasan. Kali ini dialami Arif Rahman, warga Ahmadiyah di Ciaruteun (11/3). Ia mengalami pemukulan di rumahnya sendiri.

Arif dipukuli massa setelah ia diketahui bersembunyi di atap rumah hendak menyelamatkan istri dan anaknya. Ia bersembunyi karena diketahui oleh 50 orang yang mengejarnya dari rumah Hidayat, Ketua Ahmadiyah, yang digunakan sholat Jumat oleh 7 jamaah Ahmadiyah. Sedangkan, 6 orang lainnya telah menyelamatkan diri dari ancaman amuk massa ke persawahan yang letaknya di belakang rumah.


Kejadian itu berawal setelah sholat Jumat. Massa mendatangi rumah Hidayat dari arah Mushola Jami Musarofah yang berjarak sekitar 200 meter dari tempat kejadian. Mereka keberatan rumah itu dijadikan tempat untuk sholat Jumat. Mereka juga merusak rumah Hidayat dan menjarah
semua barang-barang usaha counter ponselnya. Enam rumah yang lain juga ikut menjadi sasaran pengrusakan massa.


Sebelumnya, massa memaksa jamaah Ahmadiyah di daerah itu untuk menghentikan segala aktivitas ibadah dalam bentuk apa pun. Mereka melarang jamaah Ahmadiyah sholat, mengaji, dan hal lainnya yang berhubungan dengan ritual ibadah. Bahkan, massa telah menghancurkan atap masjid Ahmadiyah agar jamaah Ahmadiyah tidak dapat sholat di masjid itu.

“Kalau pun kami tidak boleh melaksanakan sholat jumat, apa mereka mau menanggung dosanya,” ungkap Yusuf, Wakil Ketua Ahmadiyah Ciaruteun.

“Kami sendiri dilema. Masa iya, kami tidak boleh menjalankan ritual ibadah yang kami yakini selama ini dan kami jalankan sehari-hari. Di sisi lain, ini sangat bertentangan dengan hati nurani jika kami mengikuti kemauan mereka,” lanjutnya.

Saat massa sudah berada di depan rumah Hidayat, mereka mengancam akan menghancurkan dan membakar rumah itu. Mereka juga mengancam akan membunuh Hidayat. Peristiwa itu mengingatkan kita pada kejadian penyerangan di Cikeusik.

Mun kapanggih si Hidayat arek dipeuncit, mun si Yusuf arek digantung,” kata-kata kasar dalam bahasa Sunda yang diteriakan oleh salah seorang yang artinya, kalau ketemu Hidayat akan disembelih, kalau si Yusuf akan digantung.

Setelah kejadian itu, warga Ahmadiyah diungsikan ke rumah kerabat mereka yang letaknya tidak jauh dari tempat kejadian. Namun, massa tetap mencari Hidayat dan Yusuf yang menjadi sasaran utama sampai ke rumah kerabat mereka.

Sekitar pukul 19.00 WIB, duapuluh empat warga Ahmadiyah yang terdiri dari 6 kepala keluarga, termasuk di dalamnya beberapa anak dan seorang bayi yang baru berusia 3 bulan, diungsikan ke Polsek Cibungbulang. Namun, karena kondisi belum juga kondusif, pada pukul 21.00 WIB, warga Ahmadiyah kembali diungsikan ke suatu tempat yang lebih aman.

Keesokan harinya, Sabtu pagi (12/3), mereka meninggalkan tempat pengungsian ke rumah kerabat masing-masing. Mereka, terutama anak-anak, mengalami trauma karena intimidasi yang mereka terima.

Intimidasi yang mereka alami bukan terjadi kali ini saja. Mereka pernah mengalaminya beberapa minggu yang lalu pasca penyerangan sejumlah orang ke Kampung Cisalada yang berjarak tidak telalu jauh. Massa yang lewat Ciaruteun ke Pengadilan Negeri I Cibinong untuk menghadiri persidangan kasus penyerangan Kampung Cisalada kerap memprovokasi warga sekitar untuk mengusir warga Ahmadiyah. Di sana, setidaknya ada 8 rumah warga Ahmadiyah yang terancam. (KGD)

Komentar :

ada 4 komentar ke “Ahmadiyah Kembali Mengalami Kekerasan”
asefnasir mengatakan...
pada hari 

Masalah agama dan keyakinan adalah domain manusia secara individu. Tidak ada, tidak pernah ada dan tidak akan pernah ada satu kekuatanpun yang diberi hak dan memiliki kemampuan mengatur hati manusia kecuali manusia pemilik hati itu sendiri.

Karena kebebasan memilih agama dan keyakinan melekat pada eksitensi manusia sebagai sebuah anugerah agung dari Tuhannya maka manusia bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhannya semata atas pilihannya.

Indonesia bukan Negara agama dan bukan negara sekuler namun faktanya penduduk Indonesia adalah penduduk yang memeluk agama dan mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Karena itu ajaran Islam pantas menjadi sebagai dasar etika dalam kaitannya dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.
Berbeda faham adalah suatu keniscayaan dalam sebuah masyarakat majemuk, bahkan dalam satu agama sekalipun. Berbeda faham adalah suatu realitas social dan sejarah manusia. Allah swt. berfirman :

“Dan seandainya Tuhan mu memaksakan kehendak-Nya, niscaya Dia telah menjadikan manusia menjadi satu umat saja, tetapi mereka senantiasa berbeda pendapat”. (Hud, 11 : 118).
Oleh karena itu perbedaan pemahaman, persepsi dalam umat beragama akan terus berlangsung dan ia menjadi motor penggerak dinamika kehidupan manusia yang telah dianugrahi akal oleh Allah swt.

Baik agama Islam maupun perundang-undangan di Indonesia memandang bahwa bebebasan memeluk suatu keyakinan agama dibutuhkan bagi pemenuhan kebutuhan spiritual setiap orang yang mempercayai suatu agama. Kebebasan itu sendiri, yang merupakan ranah intelektual manusia, bukanlah sebuah bentuk kejahatan.

Sesuatu baru dapat dinyatakan sebuah kejahatan manakala dalam implementasinya ia mengambil bentuk ancaman, pemaksaan, bahkan membahayakan keselamatan orang. Jadi jelas bahwa kejahatan bertalian dengan perbuatan, bukan bertalian dengan fikiran, keyakinan dan kepercayaan.

nia mengatakan...
pada hari 

Masya Allah, dgn kelakuan mereka yang jauh dari ahlak Rasulullah saw .......mao mengaku cinta Rasul saw .. TAK takut AZABB dr ALLAH kahhhh??

OON mengatakan...
pada hari 

pemerintah tidak berani jadi mediator antara Ahmadiyah - antiAhmadiyah..

Salahuddin Ayyubi mengatakan...
pada hari 

Assalamualaikum.

saya teringat kembali sejarah Rasulullah pergi berdakwah di Taif, baginda dilempari dengan batu sehingga berdarah-darah tubuh suci baginda s.a.w. Namun, walaupun ada tawaran untuk menghancurkan penduduk Taif, tetap saja Rasulullah s.a.w mengatakan! tidak apa, mereka itu kan kaum yang tidak mengetahui.

saya tertanya-tanya: adakah kata-kata itu harus dilupakan atau ditinggalkan? atau kalau masih dipakai, siapa yang harus mengucapkan? Ahmadiyah atau anti-Ahmadiyah?

Sekarang Ahmadiyah sudah mengikuti sunnah Rasul-Nya yang agung itu, walaupun pelbagai kekerasan tetap sahaja disabarkan dan dihadapi dengan penuh ketenangan, dengan anggapan warga anti-Ahmadiyah tidak faham.

bagi warga anti-Ahmadiyah pula, adakah mereka beranggapan mereka tidak lagi perlu mengamalkan kesabaran dalam berdakwah? dan disebabkan kehilangan perasaan sabar mereka, nyawa pun mereka sanggup cabut dari warga Ahmadiyah.

warga anti-Ahmadiyah merasa mereka disakiti, sangat disakiti dengan apa yang dibawa oleh Ahmadiyah. kalau mereka memang di pihak yang benar dalam urusan agama, adakah kebenaran itu mereka harus tunjukkan dengan jalan kekerasan? sunnah siapakah yang mereka ikuti itu?

anti-Ahmadiyah merasa Ahmadiyah membawa ajaran baru, nabi baru dan kitab baru padahal Ahmadiyah menafikan semua itu. Saya sendiri sebagai AHmadiyah di Malaysia pun tidak mengatakan ajaran yang saya ikuti ini adalah ajaran baru, dan tidak mengatakan ada nabi baru, dan ada kitab baru.

Ahmadiyah tetap tegas menyatakan bahawa ajaran yang diikuti ialah Islam, dan nabi orang Ahmadiyah adalah Nabi Besar Muhammad s.a.w dan kitab orang Ahmadiyah adalah Al-Qur-an.

tapi, apapun dalam fikiran warga anti-Ahmadiyah, Ahmadiyah sebenarnya juga bangga bahawa inilah sunnah, inilah keadaan, inilah semangat kesabaran yang dimiliki oleh para sahabat Rasulullah. inilah keadaan perjalanan yang tetap dilalui oleh orang-orang yang disayangi Tuhan.

warga anti-AHmadiyah mungkin merasa sangat disayangi oleh Allah kerana telah berhasil meragut nyawa warga Ahmadiyah laksana binatang, yang selepas disembelih, dagingnya disiat-siat dan dipotong-potong.

namun, jangan pernah menyangka bahawa Ahmadiyah akan menjual keimanan walaupun terpaksa melalui jalan SIROTAL MUSTAQIM yang penuh onak dan duri ini.

Kalau AHmadiyah dipihak yang salah, moga Allah menunjukkan jalan kepada semua warga Ahmadiyah termasuk saya, dan jika warga anti-Ahmadiyah di pihak yang benar, tunjukilah pihak yang salah dengan nasihat yang baik dan hikmah, dan bukan jalan kekerasan yang dilarang oleh Tuhan, LAA IKRAAHA FID DIIN.

wassalam

Posting Komentar

Silakan pembaca memberikan komentar apa pun. Namun, kami akan memilah mana komentar-komentar yang akan dipublikasi.

Sebagai bentuk pertanggung-jawaban dan partisipasi, silakan pembaca memberikan identitas nama dan kota di setiap komentar dari pembaca dengan mengisi kolom Name/Url yang tertera di bawah komentar pembaca. Misalnya, Anggun, Denpasar.

Terima kasih.

 

© Bingkai Merah, Organisasi Media Rakyat: "Mengorganisir Massa Melalui Informasi". Email: bingkaimerah@yahoo.co.id